(Literature Segment: Continued Story) Surat Kapal part 1: Surat Untuk Kakek (The Paper Ship Letters Part 1 by Def Tanoshii
Chapter 3 Fantasy Fiction Literature Segment StoryGenere: Fantasi, Sci-fi, Misteri, Fiksi-remaja, anak-anak
Penulis: Def Tanoshii
Surat KapAL
Bagian 1: Surat Untuk Kakek
Sebut
saja seorang anak laki-laki yang berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Ia langsung menutup pintu kamar di belakangnya dan memutar engsel pintu ke kanan
sampai terdengar bunyi klik dua kali. Pada saat itu, lampu indikator yang ada di bawahnya akan
berkedip merah maka pintu pun terkunci. Tirai gorden berkepak-kepak diserang angin hujan yang
ganas di atas ranjang dari
seberang ruangan membuat sambaran petir semakin terdengar jelas dan kilatannya menyakiti
penglihatan si bocah laki-laki itu.
Ia
menyipitkan matanya dan berusaha mendekat ke tirai, angin bercampur derai hujan
lebat dan tak jarang kerikil menerkam wajahnya dengan membabi buta. Namun, ia tak mudah menyerah karena hal kecil
seperti itu, ia berusaha menggapai kedua sayap jendela yang telah terbanting-banting
oleh angin dengan naik ke ranjang lalu menutupnya. Kemudian menggeser tirainya yang telah basah untuk menutupi kilatan petir yang menyakiti
mata itu. la menindih ujungnya dengan bantal, berjaga-jaga. Meskipun drama seperti tadi tidak mungkin
terjadi selama jendelanya masih tertutup dengan rapat. Ha,ha sisi logisku melemah saat
menulis bagian ini.
Tapi tidak berlaku bagi bocah laki-laki itu, karena menurutku tindakannya itu berdasar
dari spontanitasnya. Dan sekarang bocah laki-laki itu rambutnya kusut dan basah kuyup ia terbersin
kecil dan
menggosok hidungnya yang gatal, sesuatu baru saja mengaktifkan memorinya yang membawanya ke adegan di malam sebelumnya.
Responsnya,
sekarang ia berhenti menggosok hidungnya, turun dari ranjang dan berlari menuju
meja belajarnya ia menarik sebuah kursi kayu bersandar, duduk sembari beberapa saat menggosok-gosokan kedua telapak
tangannya yang terasa dingin, rupanya masih belum cukup hangat meskipun ia
telah mengenakan piama di dalam balutan jaket fleece armynya. Ia mengambil
sesuatu dari laci sebuah buku berwarna cokelat yang usang, dan segera membuka
lembar pertama yang masih kosong. Kertasnya berwarna keemasan-berpola membawa serangkaian kesan estetika
seni yang tinggi.
Sekejap
saja semburat wajahnya semakin bergairah ketika ia mendengar dentangan lonceng jam dari bawah, ruang keluarga. Loncengnya berdentang sebanyak delapan kali. Kembang api meluncur
keluar dari kepalanya, tepat pukul 20.00 P.M atau
delapan malam
Sekarang
tangannya mulai menyusun rangkaian frasa ini untukmu,
Kakekku Tersayang, Tuan Tetra yang menawan.
Paket buku-surat darimu telah aku terima, jadi sekarang, kita bisa memulai komunikasi mendalam kita (hanya kau dan aku)
Dan sebagai topik pembuka perbincangan kita, aku akan menceritakan sebuah kisah pendek, ’mungkin’
tentang kejadian yang kualami tadi malam, ketika buku-surat ini menemuiku
***
Semalam
tengah hujan lebat, kala aku menerima buku-surat ini. Gemuruh petir dan kilat
menyambar memenuhi pendengaranku dari balik gorden. Aku sedang berbaring di ranjang membalut tubuhku sendiri dengan selimut, terkecuali kepalaku.
Aku berjuang
menutup mataku meskipun berkali-kali kilat menyambar mengejutkanku dan hawa
dingin mengerubungiku, mereka menusukku setengah mati. Tetapi malang, saat sesuatu datang sungguh
menggoda membuatku terjaga, ada sesuatu yang mendarat di hidungku, membuatku
bersin. Aku membuka mata, sehelai bulu robek berkilau keperakan mendarat ke pangkuanku. Aku mengambilnya, dan mengamati sekitarku.
Tidak ada satu celah pun di kamarku yang bisa dilalui oleh
sehelai bulu, ventilasi udara di dinding atas juga terhalang
oleh jarring-jaring kawat. Kecuali..... dari bawah pintu!
Jadi, kusimpulkan bulu itu masuk ke kamarku melalui celah itu.
Akhirnya aku lega sejenak, duduk kembali di atas kasur. Tapi kemudian aku lebih penasaran akan sesuatu yang mungkin
menantiku di balik pintu ini. Jadi kuputuskan untuk bangkit membuka pintu, sesuatu menempel basah di kaos kakiku, aku mengoyak-ngoyakkan kakiku untuk berusaha melepaskannya.
Dan ternyata... Sebuah surat?
Aku
membacanya dan di situ tertulis,
“Malam
ini, di tangga loteng,
Ambil enam langkah
maju dari semarak terakhir,
Ikuti arah penirumu,
Jika akurat, tangga
yang ber-Bioluminesensi itu hanya dapat dinetra olehmu”.
~Aku mengandalkanmu, Linguis.
Rangkaian
frasa-frasamu itu seolah berputar dan terombang-ambing dalam kepalaku, selama
beberapa saat aku mencoba mengolahnya, Dan... hahaha, astaga! Kakek! kau benar-benar
ingin mencoba menguji penalaran linguistiku, ya!
Rupanya surat yang aku baca adalah surat darimu yang kuambil dari
bawah pohon beringin itu sore tadi.
Aku
langsung lari melalui lorong, melewati kamar dengan pintu-pintu tertutup. Keadaan sunyi-senyap, pijaran lembut cahaya kekuningan dari lampu plafon menerangi
sepanjang jalurku hingga mencapai tangga di ujung.
Mudah
saja, ’semarak’ juga bersinonim dengan kata cahaya, yang kau maksud semarak
atau cahaya terakhir itu, adalah cahaya pijaran dari lampu plafon terakhir paling
ujung pada jalur lorong menuju tangga yang mengarah ke lantai bawah-ruang
keluarga kan? Kuambil enam langkah maju
ke depan mulai dari batasku berdiri tepat di bawah lampu, kemudian kuikuti
peniruku, maksudnya siluet atau bayanganku sendiri adalah sesuatu yang selalu
meniru dan mengikutiku setiap saat dan ‘ia’ jatuh tepat pada tangga ke empat, kulihat
gemerlap pendar dari tangga yang ber-Bioluminesensi itu, cahayanya berpendar bak
keris polar-keperakan yang baru diasah.
Sesaat aku kebingungan dengan istilah Bioluminesensi
itu namun, segera istilah itu menjadi akrab setelah aku melihat tangga yang
bersinar, aku mengingat perkataan Ab, saat pelajaran biologi dan guru kami
membahas fenomena dan istilah ini ia yang langsung menyambar pertanyaan guru
dan megomentariku dengan seringai kelewat khas-nya, perkataannya dan adegan itu
sangat lekat di kepalaku, bisa saja nanti kubuatkan drama baca kilas-balik
kejadian pada hari itu, dan kulampirkan di balasan surat kita kapan-kapan saja. Supaya
tidak mengaburkan inti topik pembicaraan dalam surat kita.
~Kembali pada topik
tangga yang ber-Bioluminesensi.
….Akhirnya, aku pun membuka anak tangga itu, memang ada ruang di dalamnya, emmm... ‘Sebuah buku yang
terendam oleh semen glitter cair???! ‘ cahayanya
masih memancar, hanya saja redup.
Dan sesuatu seperti batu tapi tidak terlalu berat,bukan, itu bukan batu, tapi botol tinta mini dari tembaga kuningan.
Aku
mencelupkan tanganku untuk mengambil kedua benda itu dan...., terkaget kala sepasang
mata lalu kepala seekor..? atau sesuatu, menyembul di antara kedua tanganku. Aku refleks menarik tanganku mundur menjauhi anak tangga.
Jantungku
berdebar, (itu hanya sebuah metafora bagiku) aku tahu jantungku dan kakek tidak berdetak, tidak, jantungku itu
mungkinkah
setengah berdetak? Aku bisa merasakannya setiap helaan napasku. Tapi, aku tidak berteriak karena aku tak mau ayah
dan ibu terbangun. Dan kakek ketahuan mengirim buku di tengah malam. Kepada cucunya-bocah yang seharusnya sudah tidur pulas karena besok sekolah, haha...
Setelah
tenang, Aku pun bangkit mulai melangkah perlahan mengintip makhluk itu. Dia sudah mewujud, seekor kadal raksasa dan punya sayap? yang pasti bukan naga. Dia lebih mirip komodo atau saudaranya. Aku terheran karena tengkuknya mempunyai bulu
yang sama seperti yang kutemukan di kamarku, begitu pula sayapnya. Itu berarti bulunya berasal dari makhluk ini. Ada tinta dan buku dari kakek di sisinya. Yang ternyata bukunya sama sekali tidak perak
melainkan coklat dan usang.
Setelah
itu perhatianku kembali terpaku ke makhluk itu setengah ekornya masih terlihat
meleleh seperti semen glitter saat ia memanjat ke luar dari anak tangga ke
arahku, aku mencengkram erat pegangan kayu kokoh yang ada di sisi kanan dan
kiriku sembari perlahan melangkah mundur saat ia-makhluk itu semakin
mendekatiku, aku masih ragu-ragu dengan makhluk itu dan aku belum pernah
melihat makhluk yang se-meleleh dia.
Tubuhnya basah kuyup pasti karena kehujanan tadi, makhluk itu berhasil memojokanku sampai ke dinding menuju lorong, yang cahayanya redup. Aku memilih berhenti karena aku sadar ia meninggalkan sebuah jejak yang sangat menarik, berkilau dan bercahaya. Dan, ternyata setelahnya…tidak begitu buruk.
Makhluk itu menggosokan kepalanya ke kakiku sehelai
bulu dan setetes perak jatuh, bukan, bukan bulu perak tetapi Pena bulu perak
kurasa itu sepaket dengan tinta dan bukunya. Tetapi entah bagaimana benda itu bisa
menancap di kepalanya seperti bulu.
Aku pun
membopongnya menuruni tangga, membawanya ke dekat sebuah alat putih berbentuk tabung
spiral yang menyala ke oranye-an kurasakan energi hangatnya melingkupiku saat
aku mendekat. Di atas alat itu terdapat cekungan di tengahnya yang memancarkan kobaran
api virtual layaknya kobaran api sungguhan, bahkan mataku masih sering
terkesiap setiap kali kobarannya mendadak muncul kala kunyalakan.
Aku pun
menodongkan telunjukku iseng ke kobaran api virtual itu, awalnya memang terasa
hangat dan mengenakan, aku pun mulai memainkan telunjukku santai dalam jilatan
api virtual tersebut, makhluk itu terlihat terkesan saat melihat atraksi jemariku
yang keluar-masuk dan mengukir jejak ungu-kebiruan di setiap goresannya, kulukis
wajah tersenyum dan kutulis namaku di bawahnya dengan telunjukku.
Dan kau tahu bagaimana reaksinya kakek? ia mengeluarkan suara pekik kegirangan
menatapku, kurasa ia memahami salam perkenalanku. Aku bisa merasakan
kebahagiaannya, kurasa ia benar-benar antusias dan tidak menyangka bisa melihat
keajaiban teknologi sekeren sihir itu di sini.
Tapi kurasa antusiasme saja tidaklah cukup, sebelum
mencoba sendiri. Dan, bagian mengejutkan dimulai...
Sekonyong-konyong bum!
makhluk itu menjulurkan lidahnya yang ternyata bercabang dua belas ke dalam
kobaran api virtual yang menjilat-jilat itu!
Dan bum! lagi,
kala ia seketika tersentak dan mencair ke lantai dari dekapanku saat kugendong.
Saat coba kusentuh apinya dengan telunjukku, bum! Seperkian detik saja rasa
panas menjalari telunjukku, sontak aku pun meniup-niup dan melumat jari
telunjukku sendiri yang telah memerah.
Dan makhluk itu sepertinya mendengar aku merintih
kesakitan, sehingga ia mulai mewujud kembali dari kepala sampai tengkuk. Aku pun
berjongkok dan membelainya untuk memberi tahu bahwa aku baik-baik saja karena
raut wajahnya terlihat cemas, ”tak apa-apa”
kataku, untuk menenangkannya. Makhluk itu mulai mengendus-ngendus dan
menjilati telapak tanganku dengan lidahnya yang ternyata bercabang dua belas, lidah-lidah
itu mulai menggelitikiku satu per-satu, seolah tengah mendeteksi sesuatu dan
kadangkala lidah-lidah itu menantangku untuk tahan tawa, tapi aku telah bertekad
memenangkan taruhan, aku tidak mau membuat ayah dan ibu terbangun, makanya aku
berusaha setengah mati membungkam mulut. Intuisiku mengatakan untuk membiarkan
makhluk ini.
Dan, benar! tak kusangka kakek, di saat makhluk ini
mulai menjilati telunjukku yang sakit panas-memerah dengan lidah bercabangnya, sebuah
keajaiban terjadi. Perlahan-lahan semua rasa itu menghilang dan dikala jilatan
yang terakhir telunjukku sembuh sempurna. Aku sungguh terkesima mengalaminya
kakek!
Huh….. sekarang aku paham, biarpun api itu adalah api
palsu temperaturnya bisa meningkat seiring waktu dinyalakan dan sekarang
panasnya tidak kalah dengan panas api sungguhan, sepertinya panasnya dihasilkan
dari listrik. Pantas saja ibu berteriak setiap kali aku iseng bermain-main dengan
alat itu, ibu kemudian menaplek tanganku dan memarahiku. Tapi ia juga kerap
kali menggunakannya untuk memasak kalau ia tak kebagian stok tabung gas, mengingat
sekarang gas jenis LPG sudah sangat jarang, aku membaca di surat kabar katanya
tidak akan tersedia lagi pada bulan depan sehingga ibu sangat kesulitan. Kompor
gas biru bermerk ‘Rinner’ itu adalah peninggalan nenek dulu ya, kan?
Aku sudah meminta ayah untuk membelikan ibu sebuah
kompor listrik dan sudah kami berikan kemarin saat hari jum’at, 22 Desember
tepat saat hari ibu, tahu tidak kakek? bahwa kami berdua patungan untuk
membelikan ibu kompor itu.
Sedikit wawasan tentang teknologi, kudengar kau
‘lumayan maniak teknologi’, kata ayah, bahan bakar kendaraan juga mengalami
nasib serupa. Ayah sendiri telah beralih ke mobil berdaya listrik prinsipnya
sama dengan penggunaan baterai yang bisa dicas. Seluruh kota dan dunia telah
ber-evolusi ke dalam teknologi modern tersebut, sekarang iklan-iklan virtual-hologram
tentang mobil, handphone maupun produk-produk lain yang sering berinovasi dan
ber-evolusi kerap tiba-tiba muncul di tengah kepadatan kota dan di depan ruko-ruko
yang berjejeran. Seakan sudah menjadi pemandangan umum yang menyemarakan
sekaligus membosankan saja.
Malahan, ada sebuah drama duka-ria yang menyergap
seorang gadis dan berakhir dengan pembelaan seorang ayah yang berhasil merauk
empati publik. Awal dramanya dimulai akibat kekonyolan-kekonyolan teknologi
tadi. Baru sepekan yang lalu, saat aku ke taman menulis cerpen terbaruku yang
terbit mingguan seperti biasa, sebuah iklan yang mendadak muncul di trotoar
mengejutkan gadis yang marah sedang berbincang dengan ponselnya sambil menangis,
membawa setumpukan buku di lengannya. Ketika sebuah iklan adegan trailer dari
film terkenal tiba-tiba menayangkan mobil terbakar yang terlibat aksi spionisme
melaju kencang ke arahnya. Seketika gadis itu panik-menjerit histeris dan meringkuk kala mobil terbakar itu terlihat
menabraknya dan meledak di tempat.
Namun, syukurlah dalam beberapa saat adegan itu hilang,
ia langsung tersadar dan menoleh sekeliling. Gadis berambut lurus sehitam kentang
hitam dengan potongan shaggy sebahu, plus poni, blus merah polkadot berlapis
rumbai di perut dan bagian punggung yang agak terbuka, celana kulot dan sepatu
sneaker putih itu terlihat linglung sesaat, beberapa pejalan kaki lain yang
berlalu lalang menoleh heran padanya. Ada seorang wanita parubaya dengan dress-muslimnya yang modis memakai hijab, bot high-heels, bibirnya juga semerah cabai rawit terlihat membantu gadis itu berdiri, saat aku baru saja ingin mendekati gadis itu. ssst… tetapi bagian kisah lengkapnya
sepertinya tidak akan kuceritakan dalam surat ini kakek, mungkin aku bisa
menuliskan kisah selengkapnya di balasan surat selanjutnya jika kau berkenan, karena
setelah kutelusuri kurasa ada sesuatu mendalam yang menarik tentang gadis itu, meskipun
sekarang aku belum paham dan otakku belum bisa mencerna mengenai ‘sesuatu itu’ .
Konon, kata ayah nama gadis itu adalah Kuro-Imo (くろいーいも) namanya berasal dari frasa Bahasa
Jepang yang memiliki arti ubi hitam, keluarganya berasal dari keturunan suku Ryukyu yang
merupakan salah satu suku minoritas di jepang. Beritahu saja aku kakek bila kau ingin mengetahui
cerita selengkapnya mengenai gadis itu, pasti akan kuceritakan, tetapi aku akan
meminta maaf dengan tulus kakek, yang pasti bukan di surat pertama ini karena
ceritanya pasti akan kelewat panjang dan pukul 21:00 hampir tiba, aku harus
tidur sebentar lagi sebelum aku terjaga dan begadang lagi pukul 02:00 nanti.
Aku terbangun bukan untuk bermain-main lho… kakek aku
harus belajar dan mengerjakan tugas sekolahku sebelum tidur kembali dan pukul
06:00 mengantarkan surat ini untuk kakekku tercinta, kata ayah aku harus
berlatih disiplin dan mengatur jadwalku’kan?
…..aku tahu itu ajaran dari kakek.
Sudahlah… ‘tuh kan… benar aku terlalu banyak
berbasa-basi hingga mengaburkan topik perbicangan kita..
Karena sebenarnya sangat banyak hal yang ingin
kubicarakan denganmu di surat pertamaku ini, namun, apa boleh buat, nanti
perbincangan ini tak akan pernah selesai dan aku tak bisa tidur.
…..jadi, ehem…
kembali ke topik..
…..Aku
duduk termenung beralas karpet memperhatikan makhluk itu di dekat perapian. Ia
telah mewujud kembali seperti kadal walaupun ujung ekornya masih meleleh. Kurasa
ia merasa nyaman di dekat perapian. Aku
penasaran dia masuk dari mana, melihat buku, tinta, pena dari kakek terendam
bersamanya, pasti
makhluk ini kurir yang mengantarkan buku ini untukku.
Tapi masalah,’Makhluk itu bisa masuk dari mana?’ dan Dia itu a-pa..?
itu yang masih menjadi misteri, seakan semua
pertanyaan-pertanyaan itu mendadak mengepul dan menumpuk di kepalaku…
Dan itu
yang membuatku tidak tidur semalaman, tidak sebelum bisa memecahkan misteri ini.
Tetapi
untungnya, misteri ini terjawab setelah selama satu jam aku mengobrak-ngabrik buku-buku yang tersimpan di dalam anak tangga. Ada bermacam-macam buku kurasa ibu yang
mengangkutnya kemari seminggu lalu agar rumah ini tidak menjadi perpustakaan lelang
karena sesak dengan koleksi buku. Ibu pasti sangat terbantu dengan tangga
multifungsi ini. Haha.....
Kujelajahi
semua anak tangga. Sebagian besarnya memang terisi oleh buku, aku menemukan
bermacam-macam buku di situ, seperti buku cerita rakyat dan folklor bawang
putih dan bawang merah, Putri Kadita. Buku-buku surat dan dokumen lama milik
kakekku-mantan pengacara menawan, Si lidah paling menohok seantero kota-mengingat riwayat hidupnya yang menekuni retorika
selama ratusan tahun. Tidak ada yang bisa mengalahkan tokoh pucat kebanggaan kami
bila ia sudah beraksi di hadapan pendakwa, maka boleh dibilang ia pengikat hati para ‘Hakima’ jikalau Bro
Karno adalah pengikat hati rakyat.
Ya, Ehem...
Aku memujimu kakek. Setidaknya tertawalah di kejauhan sana, atau, paling tidak kau menampilkan senyum tipis
sejenak sebagai bentuk manifestasimu. Haha...
Ehem. Sudahlah.
Kurasa
aku perlu meneruskan kembali kisah ini, jika tidak, perbincangan kita dan surat
ini tidak akan pernah selesai. Sampai di mana kita tadi? Oh,
Ya!
…Ada juga..beberapa surat bujukan yang ditulis ayah untuk merayu ibu
kala merajuk, xixi..😊 dan sisanya kumpulan karya-karya puisi, cerpen
fabel yang kutulis waktu kecil hingga yang baru-baru ini. Disimpan rapi dan
diabadikan dalam satu jilid oleh ibu. Album kenangan lawas, potret-sketsa
kakek, nenek dan ayah semasa kecil dan remaja, juga ada di sini. Foto kecil ibu juga kebanyakan termuat di dalam
sini.
Tetapi bukan buku-buku itu yang kucari. Ingat!!! Aku sedang mencari buku yang bisa
mengungkap misteri itu, yang membuat aku selalu terjaga.
Aku menemukan sebuah buku, di anak tangga ke-16 dari bawah.
Terselip di antara seri novel terkenal ‘Harry Potter And The
Deathly Hollows pt 1’ karya penulis senior J.K Rowling. Buku itu terselip di dalam novel legendaris
itu. Aku pun mengambilnya dan membukanya. Kertasnya terasa kasap saat aku menyentuh
buku itu. Tidak tercetak tebal judul dan pengarang buku itu. Hanya buku yang telanjang tanpa cover, kertas usang dan kropos, aku berspekulasi sepertinya bukunya sudah
sangat tua, tapi bisa saja kelunturan atau kropos karena rayap.
Aku
membukanya, gambar makhluk-makhluk aneh dan beberapa deret kalimat penjelasannya terpampang di setiap halaman.
Kanggebul, Piaraan Auban. O’mudo, kadal? ,Bukan. Cicak neon? , juga Bukan. Itu dia! O'mudo!!! Akhirnya!!!
Dalam
buku ini, di halaman 117 kutemukan gambar makhluk yang sama, yang sedang tertidur depan perapian itu. Di dalam deskripsinya tertulis,” sejenis
makhluk melata”. bukan naga,” tetapi naga tanpa sayap.” Asal kau tahu, ”sayapnya baru tumbuh 4 bulan kemudian. ”Dan, Makhluk ini besar ,”tidak kecil”.
“O’mudo
salah satu fauna berkembang, ”di barat Chalondria-Eira dan selatan permukiman Trotoar-Roh.” Biasanya ia tak kasat mata kecuali oleh si penerima
bingkisan. ”Dalam realitas ia tak terlihat. ”Ia meninggalkan abu perak sebagai
tanda jejaknya.” Bersinar, termasuk
dari ‘ piddle ux-Tracillium’ bertulang belakang semu, sebutan yang pertama kali
dikenalkan oleh Eatline Richerburg Dawud, seorang pakar aliran Mesokoposis, Turnitra
kepala profesor tunggal yang independen
Fikrz Bil Ilm ( Royal School)
kerajaan Arwah tahun 4032.
“Meleleh
kala terkejut,” menghilang kala aman,” jangan heran,” karena ia berpindah tempat.” ~Dawud E.R
{{Diterjemahkan oleh
Widjenh Bakr,1876}}
Note: kata-kata dan istilah – istilah mungkin tidak
sepenuhnya sesuai dengan makna frasa asli, akan tetapi penerjemah berusaha mengadaptasi melalui
pendekatan-pendekatan makna leksikal sesuai istilah-istilah Bahasa Malayunesia
yang sepenuhnya akan lebih mudah dipahami oleh pembaca.
_Disunting kembali oleh Ahmad Mutoto,1949.
Begitu aku membaca sederet kalimat terakhir ini, aku langsung bergegas menuruni tangga dan, ya!! Benar saja kakek!!! Dia menghilang!
Dalam
beberapa saat analisis Sharelock Holmesku bekerja, dan aku akhirnya berani
menebak dan menyimpulkan bahwa makhluk itu terbang kemari, setelah ia melewati pembatas
antara dunia ‘Khayalan dan ‘realitas’. Ia jadi tak kasat mata. Kuartikan maksudnya secara implisit dalam
kalimat ‘Dalam realitas ia tak terlihat’.
Hanya aku yang dapat melihat makhluk itu, karena aku adalah ‘Si penerima Bingkisan’ itu. Maksudnya, O’mudo adalah hewan yang biasanya digunakan
sebagai kurir, misalnya untuk mengirimkan bingkisan atau hadiah kepada seseorang
sekalipun terpaut oleh jarak yang sangat
jauh dan dimensi yang berbeda. Dan aku adalah Si penerima Bingkisan, Orang yang berhak menerima bingkisan (paket buku) dari kakek.
Makhluk itu meleleh karena terkejut oleh sambaran petir
dan suaranya. Sontak ia berlindung ke talang air
lalu berteleportasi ke dalam anak tangga, asumsiku ini berdasar, karena aku melihat air mengalir deras dari
talang air tetapi anehnya berkilau keperakan diterpa
lampu halaman belakang rumah.
Seakan
air itu bercampur dengan glitter. Kusimpulkan makhluk itu memiliki kemampuan
teleportasi karena makhluk ini mampu mengirimkan bingkisan ataupun hadiah bahkan
dengan terpaut jarak yang sangat jauh
dan dimensi yang berbeda sekalipun, dengan cepat.
Juga
kuperoleh kesimpulan ini secara tersirat dalam kalimat ‘Menghilang kala aman, Jangan heran, karena ia berpindah tempat.’ Di buku itu. Maksudnya adalah Jangan bingung
atau heran kalau makhluk itu tiba-tiba menghilang di saat kau lengah karena ia
telah berteleportasi atau berpindah tempat.
Dan akhirnya! Aku puas sekarang.
Misteri
tentang dari mana makhluk itu masuk, dan sejenis apakah itu, telah terjawab. Aku pun bisa mulai menutup mataku dengan nyenyak
sekarang. Dan...,aku baru saja ingin melakukannya.
Selamat malam kakek, Kuharap kau bisa segera membalas suratku besok
pagi.
Karena cucumu ini selalu-sangat menantikannya.
Dan 1 permintaan
memaksa yang manis dari si cucu kepada kakeknya,,,,,,:
tolong
jangan kirim telepati pada ayah dan ibu kalau aku begadang sampai malam, :V please!!!!
1000 X
please !!!! (:D)
Salam
cinta dan sayang, Cucumu yang tampan.
Dikta, Allorhama, Jakarta, 30 Desember 2036. 20.58 P.M
Dikta itu Laki-laki ya..
Halo.. geek-lovers😘 Terima kasih untuk yang sudah membaca dan mengunjungi website aku🙏😀 Dukung Nearly Art Hito Untuk Selalu berkarya, Ya :)
Kalau kamu suka sama konten ini dan pengin dukung Deftan, kamu bisa traktirin Deftan cendol di link bawah ini 👇
