Long Story Short Genre Shift: Sang Penakhluk? (Pendekatan Semiotik/Simbolis lengkap penjelasan makna persimbolan yang di pilih di balik setiap tokoh, diksi dan adegan)

Long Story Short Genre Shift: Sang Penakhluk? (Pendekatan Semiotik/Simbolis lengkap penjelasan makna persimbolan yang di pilih di balik setiap tokoh, diksi dan adegan)

Ilustrasi
 


 Def Tanoshii, Alious

Transisi genre dari cerita gondrong dan manis karya Def-Tan


   Selayaknya anak kecil yang tak pernah tumbuh, kenaifanku selalu menuntunku pada kesalahan. Aku selalu ceroboh dan melupakan hal sepele yang penting:  

1.      Perhatikanlah pijakanmu, Jangan sampai kau terpeleset dan terjatuh.

2.      Berhati-hatilah pada perangkap singa, setelah kau lolos dari perangkap harimau.

3.      Jangan memakai high-heels ketika kau mencoba lari dari musuh.

 

   peraturan yang paling penting kala kau berusaha lari dari musuh yang mencoba memangsamu adalah kau tidak boleh gagal dalam melarikan diri. Karena ini sebuah momentum yang mempertaruhkan nyawamu, jika terjatuh, kau dipastikan tak bisa bangkit lagi dan mayatmu hanya akan diinjak-injak. [1]Orang-orang berjubah[2] itu tak akan segan-segan menyeretmu dan menawanmu dalam kerangkeng[3] seribu kilo meter di kedalaman perut bumi. [4]

Dan sialnya, aku mengabaikan peraturan itu.[5]

  Aku pun memejamkan mataku, pasrah, teramat pusing memandangi serpihan kertas yang berhamburan ke udara dalam motion yang seolah semakin saja melambat. Sudahlah, lagi pula aku sudah sangat muak dan lelah dengan semua pelarian ini. Apa ini memang sudah akhirnya?

Sampai di sini… Jadi, aku benar-benar menyerah?

“AKU MENANGKAPMU!!”

   Teriakan serak seseorang mengacaukan segala spekulasiku. Aku membuka mata dan… duar! kini ada seorang pria asing melotot memandangiku. Aku bahkan bisa merasakan nafasnya yang menderu tidak teratur dan ketakutan di matanya. Aku balas melotot-mengerutkan kening heran, bersamaan aku beranjak berdiri. Ia mulai mengendorkan cengkraman tangannya dari pinggangku lalu perlahan melepaskannya-tanpa mengalihkan tatapannya sejengkalpun terhadapku.[6] Dia.. penyelamat?atau… pengacau?[7]Malaikat atau Jin Ifrit?

   Tapi Bagaimana bisa manusia sepeduli itu?!! Jangan-jangan ia hanya musuh menyamar [8] apakah kita saling mengenal sebelumnya?[9]

Jika ya, Di mana?

Apakah di tumpukan halaman-halaman yang berusaha kuremas-remas sebelumya?[10]

..Dalam karma yang ingin kulupakan sebelumnya?[11]

Entah mengapa begitu sulit menjelaskannya, sampai-sampai membuatku merasa mual.

“Bajingan!”

Sial. 

   Aku rasa Seberapapun kerasnya aku berusaha menahan kata itu agar tak meluncur ke otakku dan keluar dari mulutku ataupun menjadi kebiasaan setelah hampir 14 hari sendirian, mengelana, dan berusaha membenahi diri di habitat manusia tangguh[12]. Semuanya akan tetap sia-sia pada akhirnya. Karena kata itu akan terus mencari jalannya sendiri, terutama jika kau sedang di tengah-tengah pelarian lalu kau dihadapkan dengan seorang pria aneh, berambut gondrong, berkaos oblong hitam yang semena-mena menjegal jalanmu. [13]

“A-apa kau bilang?! aku telah menyelamatkanmu, kau tergelincir dan hampir saja terjatuh kalau aku tak menangkapmu. Kaulah yang menabraku duluan”.  Tadi kau berlari.. lari.. sangat cepat, meliuk dan terpleset oleh sepatu higheelsmu…!!

Tidak, bukan kau!

Mengapa rasanya semua ini seperti mimpi terindah dan familiar yang ingin kusaksikan berulang-ulang di setiap tidurku?[14]

“Maaf! Aku mengatai diriku sendiri”.

“apa?! Mengapa kau membodoh-bodohkan dirimu sendiri?!”

 Sungguh respons yang luar biasa nan mengejutkan, pria itu malah membelalak dan bersimpati memandangiku.

“Terima kasih telah menyelamatkanku, sekali lagi aku minta maaf”.

   Dia tersenyum lembut padaku, membuat betapapun usahaku agar bersikap datar dan mengacuhkannya jadi sia-sia. di luar dugaanku dari berusaha memulai percakapan yang membosankan, pria ini sontak menggeleng dan tersenyum sembari mulai merapikan kekacauan yang telah kuperbuat. Ia terlihat mencari-cari sesuatu mengedarkan pandangannya ke sekeliling lalu memungut sebuah papan besar yang terlempar cukup jauh dari tempat kami berdiri. Ia dengan lihai mengambil beberapa kertas dan meletakannya ke atas papan. Aku pun juga memungut beberapa kertas dan menyadari-

   Mengapa sensasi ini terasa begitu familiar? Seakan kau mengingat sebuah visi yang telah lama terlupakan, dan ini amat menyentakmu.[15] Ternyata ini merupakan potongan-potongan peta sebuah wilayah.[16] Apakah ini semacam kolase?[17] Aku membatin dalam hening, berjongkok mendekati laki-laki itu. Ia tampak amat serius berusaha menyusun potongan-potongan kertas itu hingga dia mengabaikanku.

   Merasa tak tahan dengan objek yang kulihat, akhirnya otakku turut berpartisipasi berusaha memecahkan teka-teki itu. Aku mengamati benda itu dari ujung kiri ke kanan, atas ke bawah, mulai menganalisis akan segala kemungkinan kolerasi yang paling logis. Bagian tengah papan telah terisi oleh beberapa bidang wilayah. Sebagian kecil wilayah berwarna kuning kecoklatan dengan garis hijau melengkung di atasnya diawali oleh huruf S dan Y, laut kematian di barat dan Irak di timur, lalu ujungnya melancip ke bagian bawah berindikasikan sebuah wilayah yang berawalan kata ‘Sau’. Lalu Turki di barat lautnya. Sedangkan wilayah lainnya masih kosong. 

‘‘Bukannya wilayah itu berdekatan dengan Mediterania….?“

 Detik demi detik otakku selalu berjalan. Mengirimkan sinyal tentang abstraksi-abstraksi visual sedang tanganku mulai menyusunnya, mencari-cari gambaran yang familiar, sampai akhirnya menemukannya. Semuanya bekerja begitu cepat dan mudah di otakku, ya, setidaknya itulah salah satu kemampuan andal kami, para lú-dub-sar-gis-da[18] yaitu membuat peta,kami mengingat setiap navigasi, ruang, tempat bahkan letak geografis segala peristiwa yang terjadi di dunia ini. Kami adalah salah satu dewa dan dewi penjaga ingatan manusia,[19] termasuk dalam kasus ini, berkaitan dengan sejarah. Kami mengabadikan setiap momen, dan kejadian. Menulisnya dalam kitab-kitab dan mengabadikan setiap kenangannya menjadi monumen dan legenda. Baik yang sudah dipercayai manusia dengan adanya fakta, maupun sejarah yang masih dianggap sebagai mitos serta kepercayaan dalam kitab-kitab suci dan ajaran.

 Tanganku pun mulai mengimbangi kecepatan pikiranku. Dalam beberapa saat aku bisa bersyukur dan bernapas lega, karena merangkai peta sepele seperti ini saja, sensasinya sama seperti liburan masa tegang beberapa bulan setelah lulus. [20]Setidaknya ini bisa menjadi relaksasi sekaligus pelarian sejenak dari para lú-sá-rig7-meš[21]

Yang berekspedisi memburu kami.

“…WHOAA!!”

   “Apa mungkin kau itu cicitnya Ibnu batutah? [22]Jenius Geografi yang mampu merangkai kolase peta hanya dalam beberapa menit!?” Pria itu justru tak menghiraukanku, ia mengerjap-ngerjapkan matanya, menatap layar handphone, menatap peta kemudian wajahku berulng kali.“Woooow!! whahahahaaaa! Bagaimana bisa?! Ini sama persis!” bahkan sejauh ini rekor waktu tercepat yang pernah kuhabiskan untuk merangkai peta adalah 3 menit 41 detik”. Aku menggeleng, menghela nafas.
“Itu tak sesulit yang kau pikirkan, dan tak ada yang spesial.” Ini peta wilayah Mesopotamia, Selama kau punya tujuan dan terus menatapnya. Seberapapun menantang dan berdurinya jalanmu pasti kau akan sampai pada apa yang kau tuju. Dan wilayah ini masih sangat sederhana.” Aku yakin kau juga bakal bisa menyusunnya. Kau harus mulai dengan mengedintifikasi dan memahami warnanya. ”Warna hijau di peta berarti wilayah subur, sedang putih tulang sampai kuning kecokelatan mempresentasikan wilayah gurun.” Wilayah-wilayah yang subur cenderung dialiri Sungai-sungai sebagai suplai air utama”. Lingkungan seperti ini sangat menguntungkan bagi populasi Masyarakat untuk mulai membuka kehidupan, lalu mereka pun menciptakan pemukiman, lahan pertanian, berternak bahkan sampai dimanfaatkan untuk jalur lintas perdagangan,” Sungai-sungai tersebut tentunya memiliki wilayah hulu atau sumbernya yang umumnya terletak di wilayah-wilayah pegunungan”.  Kubiarkan jari-jariku menjadi pemandu untuk menelusuri wilayah-wilayah yang signifikan pada peta, sebelum akhirnya berhenti di sebuah titik kursial, Pegunungan Taurus di sebelah utara.“dan setiap Sungai akan selalu memiliki muaranya, entah itu mengalir ke laut, danau, maupun teluk”. Kini jariku menelusuri salah satu garis sejajar yang membentang dan berhenti pada sebuah titik di Selatan, Teluk Persia. Jadi kau hanya perlu memperhatikan tanda-tanda geografisnya dengan seksama”. Pria itu tampak begitu serius menaruh perhatian, jadi aku memutuskan melanjutkan penjelasan. “Hal serupa juga terjadi pada deretan panjang Sungai Nil, anak sungainya bermula di Jinja, Danau Victoria, dan hilirnya bermuara ke Laut Mediterania yang ada di sebelah timur la/

   “Aku mengerti! Meskipun ini bukan termasuk keahlianku.(aku akan berusaha) Jadi singkatnya.. ‘‘pria itu mengerutkan dahinya sesaat, tampak berpikir. “Sungai Eufrat dan Tigris mengapit wilayah bulan sabit, sungai ini bermula dari pegunungan Taurus di wilayah Anatolia dan Turki, lalu ia terus mengalir sehingga membuat daerah-daerah yang dilaluinya tumbuh subur dan bermuara__

…ke Teluk Persia?“

  Pria itu menelusuri ulang wilayah-wilayah pada peta dengan jemarinya, dengan cekatan. Mengulangi kembali materi pengajaranku. [23]Refleks aku pun membalasnya dengan senyuman dan anggukkan, meskipun setelah itu aku harus menggigit bibir karena telah menunjukkan emosi atau keramahanku pada.. manusia. Yang kapan saja, mungkin suatu saat, mampu mengubah senyummu menjadi ratapan. Namun layaknya kata pepatatah, airpun perlahan-lahan mampu mengikis sebongkah batu, orang dihadapanku ini selalu saja tersenyum, matanya berbinar seolah memancarkan seribu ketulusan bersamaan sejuta rahasianya.

“Hei.. aku rasa kau cukup pintar, siapa namamu?”

Panas dan menyayat kulit Tiba-tiba Bulu kudukku meremang, sesuatu dari warna suaranya telah mencengkram instingku. Orang di hadapanku dengan ganjil menatapku, perlahan bibirnya pun membentuk seringai. ‘‘Lalāi[24], lú-dub-sar-gis-da?“

   Hawa Panas dan asap mengepul mendadak dari segala penjuru Atmosfer, percikan api berkilat dari segala penjuru sudut lift, langit-langit, bahkan lantai pun perlahan meranum kecoklatan dan gosong layaknya terpanggang. Tubuhku mendadak membeku tak mampu berkutik layaknya manekin yang berdiri tegak di pajang, namun tubuhnya begitu kaku. entah energi dan kekuatan apa yang telah menahanku. Orang di hadapanku mulai mendekat dan mencengkram daguku dengan lengan berototnya, mendongakanku menatap wajahnya. Panas dari kulitnya menyengat kulitku, peluh pun mulai menetes membasahi dahi dan leherku akibat api yang semakin membara dan menyeruak.. Percikan api berkobar dalam matanya yang selegam arang selagi berbicara. ‘‘ Akan kukejar kemanapun kau bersembunyi Tedfia[25], aku tak akan melepasmu!“

  Api hitam mulai mengepul mengelilinginya, secara ajaib mengubah orang di hadapanku ke wujud aslinya. Berjubah hitam, dengan bordiran emas, gelang-gelang api berputar membalut pergelangan tagan serta lehernya. [26]Dalam hitungan detik aku tersentak,menyadari siapa orang di hadapanku ini. Perasaan yang ambivalen serasa menggelitik ususku.

 ‘‘Kenapa harus aku? Alious..." 

Aku menyeringai miris, gigi geligiku gatal ketika menyebutkan nama itu.

   ‘‘kerena aku memilihmu sebagai ratuku“. Kau harus menghadapi ketakutanmu, sayang“ Orang di hadapanku mulai menghunuskan pedangnya dari balik jubahnya. Waktu pun melambat kepulan asap hitam menyembur membakar panas wajahku selagi orang di hadapanku berteriak‘‘AKU AKAN MEMbUnUhMU EGO!!!![27]“Hujaman tajam terasa membakar perutku, aku mengerang kesakitan bersamaan kusaksikan sekujur lengan dan tubuh orang di hadapanku berubah menjadi tengkorak.

***

     ‚‘‘haahh..!‘‘  Nafasku tercekat. Keringat bercucuran membasahi dahiku.

Cuma mimpi…?

                                                                                  ***

‘‘Sayang??!‘‘

  Semburat lampu yang menggantung di dinding menyilaukan pandanganku layaknya matahari yang menyembul. Desing kipas angin yang berputar menjadi laguku.Semerbak pengharum ruangan khas klinik menusuk hidungku. Sentuhan hangat menjalari kedua tanganku secara tiba-tiba. ‘‘ Udah Sadar?“

  Laki-laki dihadapanku menatap dengan cemas. Tangannya mulai membelai rambutku selama beberapa haluan sebelum bibirnya merekah kembali penuh kelegaan.

 “Nih, aku bikinin puisi, dengerin aku baca ya..!”

Devita: puisi akrostik” oleh Alious!”

 

D eraian kasih sayang menyertai perasaanmu

E lok bak sucinya hatimu kian menyinari ufuk kalbu

V iolet menjadi bunga yang mengambarkan cantiknya dirimu

I nginkan kelak kau memupuk angkasa bersamaku

T ersirat sebuah cerita yang kian harmoni

A kankah kelak sang pujangga menyertai cerita cintamu?

Depok, 24 November 2024

“Sayang.. aku..//

“Yang, kenapa kamu pilih aku?“

‘‘kenapa aku pilih kamu..?“ ya… karena_

  Laki-laki berambut gondrong itu terlihat mengatup-ngatupkan geliginya gusar, lalu mulai mengacak-ngacak rambutnya. ‘‘aku.. nggak tahu…

‘‘hatiku yang memilih…‘‘[28]

 

Tamat

 

 

‘‘Ini ketiga kalinya kita bertempur dan berlayar menjauh, namun tiba di pelabuhan yang sama“

~Def Tanoshii, Alious

 

 

 If you like this story and want to support me, you can Trakteer me in the link below👇


                   https://trakteer.id/deftan

 

 

 

 

 

 



[1] Dalam paragraf pertama diceritakan bahwa tokoh sedang dalam pelarian dan takut tertangkap oleh orang-orang berjubah . Adegan pertama ini mendeskripsikan ketakutan atau trauma penulis, yang takut terpenjara atau tertawan kembali ke masa kegelapannya: kembali terbelenggu oleh emosi-emosi-emosi negatifnya sendiri: frustasi, depresi, bingung, penyesalan akibat kegagalan dan rasa bersalah. dalam paragraf pertama dijelaskan sudut pandang/pikiran tokoh bahwa ia berusaha melarikan diri atau bersembunyi dari emosi-emosi negatif yang terus memburunya tersebut.

 

[2] Disimbolkan sebagai emosi-emosi negatif tokoh/penulis yang terus memburunya dan mencoba menawannya.

[3] Kerangkeng: Menyimbolkan masa kegelapan penulis/perasaan penulis di masa lalu: terkurung dalam kerangkeng (kotak besi yang ukurannya sangat sempit dan kecil) hal ini juga bisa menyimbolkan emosi penulis yang merasa dirinya begitu kecil dan tidak bebas di masa lalu.

 

[4] Seribu kilo meter di kedalaman perut bumi: hal ini menyimbolkan suasana hati penulis di masa lalunya. Suasana gelap gulita seakan terpenjara di bawah tanah sehingga ia tak bisa melihat Cahaya sedikitpun yang mampu menerangi pandangannya.

 

[5] Menyiratkan dan mengkonfirmasi kecerobohan penulis di masa lalu.

[6] Adegan ini menyimbolkan datangnya keselamatan atau pertolongan bagi penulis dari arah yang tidak disangka-sangka dan begitu tiba-tiba tatkala ia sudah pasrah dan menyerah akan situasinya sembari menanti kejatuhannya sendiri.

[7]‘ Pengacau atau penyelamat?’ mengisyaratkan kebimbangan atau keraguan penulis akan situasi baru yang terjadi di hidupnya Berupa kehadiran karakter kedua yang secara tiba-tiba dan menangkapnya dari kejatuhan.

[8] pernyataan sinis penulis yang tidak mudah lagi mempercayai seseorang akibat traumanya.

[9]  Menyiratkan perasaan dan kejadian familiar tokoh/ penulis ketika pertama kali bertemu karakter kedua. (Alur yang disalin/sama persis dengan naskah gondrong dan manis.

[10] Menyimbolkan Permasalahan /konflik yang terjadi di hubungannya.

[11] Karma (naskah deftan lainnya, yang terinspirasi dari kisah-kisah kekecewaan dan kegagalannya di masa lalu)

[12] Menyiratkan atau menyimbolkan rentang waktu dan keadaan tokoh atau penulis yang berlagak tangguh di saat  berkonflik dengan sang kekasih.

 

[13] (Alur yang disalin/alur yang sama persis seperti kisah pertemuan pertama dan Tedfia dan Dwingga ini menyimbolkan kenangan-kenangan  yang di putar ulang atau tak mau pergi.

[14] Mengkonfirmasi harapan tokoh atau penulis untuk mengulang kenangan-kenangan indah yang pernah terjadi selepas hubungannya berakhir.

[15] Mengkonfirmasi ulang nomor 14

[16] Peta dalam cerita ini sendiri menyimbolkan rencana dan arah dalam hubungan pribadi tokoh atau penulis sebelumya.

[17] Serpihan dari kolase peta melambangkan kepingan-kepingan rencananya

[18] Bahasa Sumeria kuno: menggambarkan seseorang yang memiliki keterampilan dalam menggambar atau mencatat representasi wilayah geografis atau spasial.

[19] Menyimbolkan tugas dan pekerjaan sebagai penulis, adalah salah satunya mengabadikan setiap momen dan kejadian agar tidak lekang dari sejarah atau peradaban.

 

 

[21] Dalam Bahasa sumeria kuno bisa diartikan sebagai para penghapus.

[22] Seorang alim (cendekiawan) asal maroko yang pernah berkelana ke berbagai pelosok dunia sekitar abad pertengahan.

[23] Adegan tokoh utama dan tokoh kedua berusaha merangkai dan memecahkan peta bersama menyimbolkan atau mengisyaratkan bahwa sebelumnya dalam hubungan romantisnya penulis berusaha selalu bekerja sama dalam memecahkan konflik dan permasalahaan dalam hubungan mereka. Mereka juga berusaha merangkai rencana untuk hubungan mereka di masa depan dan kenangan tersebut sulit dilupakan.

[24] Dari bahasa jawa kuno: Bentuknya mirip dengan penggunaan dalam bahasa Jawa modern yang telah diadopsi kedalam bahasa indonesia.

[25] Tedfia adalah bentuk permainan huruf, jika di otak-atik kembali maka akan membentuk nama „‘Defita“ nama pengarang.

 

[26] Kekuatan tokoh kedua/Dwingga yang berupa api yang dianggap sebagai elemen tertinggi dan terkuat menyimbolkan gairah, semangat dan tekad.

[27]  Adegan ini menyimbolkan bahwa sebenarnya karakter Tedfia adalah ego dari si penulis/pengarang.  Musuh atau pangeran api berjubah yang mengambil wujud kekasih pengarang, mengindikasikan rasa ketakutan atau ketidak amanan akan trauma kegagalan dalam menjalani hubungannya.

[28] Adegan ending si ego atau konflik yang terjadi diantara mereka berhasil dimusnahkan, kekasih pengarang pun menemani di sisinya sampai ia tersadar. Hal ini menyimbolkan kegigihan dan komitmen kekasih pengarang dalam mempertahankan hubungannya.

 


Tentang Penulis:

Defita Nur Rohmah atau dikenal dengan nama penanya Def Tanoshii, lahir di Kebumen, 30 Desember 2005. Sekarang tengah menempuh pendidikan tinggi di salah satu Universitas Islam Negeri di Purwokerto yaitu UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Aktif dalam beberapa komunitas Offline dan Online seperti  bergabung menjadi member Youth Ranger Indonesia pada 2024. Ia juga aktif dalam beberapa komunitas offline kebahasaan asing di kampus. Ketertarikannya dalam bidang sastra di mulai sejak SMA, Naskah asli ‘‘Sang Penakhluk?‘‘ merupakan bab kedua dari projek novelnya yang berjudul Gondrong dan Manis yang telah dipublikasikan pada web pribadinya https://www.nearlyarthito.com bergenre fiksi romantis, dan terinspirasi dari pasang surut hubungan pribadinya Namun, Def-Tan sendiri berusaha melakukan alih genre ke fantasi. Ditulis melalui pendekatan penyimbolan (Semiotic) sebagai mahasiswi Tadris Bahasa Inggris, ia mendapatkan pengetahuannya ini dari mata kuliahnya Linguistics. Setiap adegan atau scene, tokoh bukan hanya hasil sebuah rekaan atau imajinasi, namun juga serat akan makna dan nilai. Karyanya ini merupakan sebuah kolaborasi dengan seorang sahabat sekaligus kekasih.

 karyanya berjudul ‘‘Surat Kapal‘‘ (2022) mendapat posisi pertama di lomba kedutaan literasi kebumen yang di usung sebagai karya sastra terbaik yang dibuat oleh difabel. Karya-karyanya berupa Antologi Puisi Kebudayaan dan Pariwisata Kebumen (2022) dan berjudul ‘’Raksasa” termuat dalam ‘‘TARTRAZINE #2 Seputar Sastra dalam Zine untuk Palestina(2023) dan juga Antologi Essay berjudul  PENDIDIKAN UNTUK APA DAN SIAPA? (2023), Kumpulan Fiksi mini Gol A Gong, dkk: Air Terjun (2024)

Song: Speechless (epic orchestra version)

Belum baca Gondrong dan Manis? Klik di Sini!