Harry Potter: Hogwarts & didikan Kejawen

Harry Potter: Hogwarts & didikan Kejawen

 

Sampul Cerita: Hermione (Kiri), Tirta Ningrum (Kanan), Brata Sanjaya, 
Abra Dintara.


[[ Find Me on Instagram: @defita_nur_rohmah



Langit Britania Raya yang biasanya kelabu mendadak terang disambar sinar keemasan. Semua mata di halaman Hogwarts mendongak saat seekor Garuda Putih raksasa, bersayap selebar lapangan Quidditch, menembus awan dan meluncur ke bawah. Sedang ujung bulu-bulunya berwarna merah kontras yang memikat.


Brata Sanjaya, makhluk sakral dari tanah Jawa, hinggap megah di pelataran kastel dengan kuku emas mencengkeram udara.


Di punggungnya berdiri sosok yang menggetarkan auranya: Abra Dintara Pemimpin Kedutaan Sihir Indonesia. Mantan panglima Keraton Sihir Mataram, kini penyambung lidah dunia Timur. Di belakangnya, sosok perempuan berbusana kebaya dan sari hijau mengilap turun dengan anggun. 


Tentu saja, kehadiran mereka hanya permulaan, lebih dari satu lusin pengawal di atas punggung Garuda yang dalam perjalanan menyusul. 


Dialah Putri Tirta Ningrum, darah murni klan penyihir tertua di Jawa—Tirta Wardani. Parasnya tenang seperti danau, tapi menyimpan pusaran kekuatan magis air dan kelenturan hati seorang diplomat. Sedang sorot matanya amat dalam, tapi meneduhkan.


Tapi ini bukan hanya diplomasi biasa. Mereka datang untuk meresmikan kerjasama antar-akademi: 

Sebuah konsolidasi internasional.

Hogwarts dan Akademi Kejawen.


Atau... Setidaknya itu yang mereka kira, jika semuanya berjalan lancar...

                             ***

Sementara itu, di balik menara bayangan, sepasang mata memperhatikan segalanya.


Mantan murid Hogwarts yang menghilang secara misterius bertahun-tahun silam, tersenyum tipis di balik jubah hitamnya. Sepasang ekor cicak transparan bersayap merambat dari ujung sepatunya, ke celana, dari balik jubahnya yang berkibar pelan. Sebelum akhirnya hinggap di pundak kirinya dan mulai saling memadu kasih. 


"Cece', Hemidac.. kalian hari ini sangat bergairah ya, Haha!" Pria itu melirik pundak kirinya dan menyeringai tipis. Kalian bahkan tak menghiraukan ku."

"Aku dengar di Indonesia.. cicak itu dianggap pembawa sial, nasib buruk bahkan kematian.. dan itu tidak salah... Kita akan kirimkan 'kematian' itu dengan cara yang amat menggairahkan..." 

Suaranya serak, matanya berkelebat licik.


                                ***

Aula Besar Hogwarts disulap jadi panggung diplomasi. Makanan lokal bercampur dengan sajian eksotis: pie labu berdampingan dengan nasi liwet, pudding berdampingan dengan... ceker ayam sambal korek. Beberapa siswa Hufflepuff menutup hidung.

Putri Tirta Ningrum pun menyeringai miring. Ia tahu betul bahwa ceker di kalangan penyihir Eropa adalah bahan ritual kuno, penuh tabu dan kekuatan.


Dia mengambil satu. Dengan tangan telanjang.


“Di tempat kami,” katanya sambil duduk tegak, “ceker bukan alat sihir. Ia adalah makanan nenek. Kami rebus. Kami sambal. Kami habiskan.” jelasnya dalam bahasa Inggris yang fasih tapi bercampur aksen medok.


Tepat setelah dia menggigit ceker itu... suasana berubah.


Langit aula mendadak mendung. Petir meletik di langit-langit. Seekor burung hantu pingsan di udara. Dinding batu Hogwarts bergetar pelan.


Kutukan aktif.


Hermione yang kini Kepala Departemen Pertahanan Sihir Internasional bangkit, matanya membelalak. “Itu... sihir Kematian Bertingkat! Dia akan—”


“Tenang,” potong Abra. “Biarkan ia hadapi sendiri.” Sergah Abra.

Tirta Ningrum menutup mata. Urat biru menyala di bawah kulitnya, membentuk aksara Jawa yang berputar.


Lalu—“Gleerr! 

Kedua maha siswa laki-laki hupplepuff bertubuh gempal refleks berpelukan saking kagetnya. 


Kutukan meledak menjadi serpihan angin dan terhisap masuk ke dalam tubuhnya. Ia membuka mata kembali dan menghela napas.


 “Lemah banget sih kutukannya. Kirain bakal bikin muntah darah atau apa gitu!”

Makinya dalam bahasa inggris dengan aksen medoknya. Semua orang tercengang, ternganga dan menjatuhkan sendok mereka serentak. Saking terkejut dan herannya. Tak terkecuali Hermione yang tak tahu harus berkata apa. Bahkan salah satu mahasiswa slitteryn gempal pingsan menggelesor dari tempat duduknya kemudian. 

"Huweek.."

 Putri Tirtaningrum refleks menutup mulutnya, malu tidak bisa menahan mual dan sendawanya. 


"Maafkan aku, kurasa.. aku perlu ke kamar mandi.. " sergahnya bangkit dari tempat duduk dan membungkuk ringan.


"Tidak perlu terlalu dekat menjagaku Abra, lagi pula itu bukan tugas utamamu, dan aku juga butuh privasi.." 


Sergah sang putri, ketika Abra hendak mengawalnya. Abra pun hanya menunduk dan mundur kembali beberapa langkah. 


                  ***

Langkah Putri Tirta Ningrum menggema di lorong batu Hogwarts yang sepi, di bawah cahaya obor yang bergetar oleh angin musim dingin. Bajunya berkibar perlahan, kebaya dan selendang hijaunya memantulkan pantulan kuning cahaya seperti kelopak bunga terendam bulan.


Ia sedang menuju Taman Herbal Hogwarts, mencari udara segar untuk meredakan energi dalam tubuhnya yang masih beresonansi akibat kutukan ceker. Nafasnya mulai tenang ketika tiba-tiba—langkah lain terdengar di belakangnya.


Pelan. Berat.

Dan... terlalu dekat.


 “Yang Mulia.."


Ia menoleh pelan.

Pumpey Sirius. Berdiri di ujung lorong. Matanya merah. Napasnya kasar. Senyumnya... bukan senyum diplomatik yang ia kenal. Tangannya gemetar, dan dari kerah jubahnya, aroma herbal memualkan menyeruak wangi yang ia kenali betul.


Aphrodiacum Jahannam!


Dunia tiba-tiba mengecil.

Jantungnya memukul dada seperti hendak kabur dari tubuh.


“Anda sendirian?” gumam Pumpey, langkahnya mendekat. “Kupikir... kita bisa membahas detail kerja sama ini... secara lebih intim. "


Putri mundur. Satu langkah. Dua langkah. Pundaknya menyentuh dinding dingin. Ia mencoba membuka mulut, tapi lidahnya kaku. Napasnya tercekat. Ingatan lama yang terkubur muncul ke permukaan—masa kecil, suara pintu dikunci, tangan-tangan yang tak ia kenal... dan bau itu. “Aku tahu aroma ini,” gumamnya. “Ini... aroma trauma.”

Seseorang dari klannya sendiri pernah menggunakan zat ini padanya dulu, di usia 12 tahun. Dan hanya keluarga yang tahu peristiwanya. Maka siapa pun yang meracik ini... adalah pengkhianat dalam darah.



"Berhenti,” desisnya.

Tapi Pumpey mengangkat tangan, nyaris menyentuh wajahnya.

 “Jangan takut... aku hanya ingin... merasakan kehangatan magis dari budaya kalian...”Aku sudah lama mengagumimu Yang Mulia...biarkan aku menyentuhmu sekali saja.."

“JANGAN SENTUH AKU!” Bantahnya.


Ia melemparkan segel mantra air—tapi tubuhnya tidak stabil, sehingga mantra meleset. Pumpey terus mendekat.


Lalu—BOOM!

Udara di sekitar mereka meledak seolah ditinju petir.


Sosok berjubah dan berjarik batik dengan mata membara berdiri di antara mereka. Abra Dintara.


Tangan kanannya menggenggam tongkat buluh kuning dan yang kini berdenyut seperti nadi naga. Sedang tangan kirinya menggenggam tombak.


 “Sentuh dia... dan kau akan menghabiskan sisa umurmu sebagai kecoak!” geramnya. Matanya merah. Suaranya menggema seperti dua suara bias bersamaan—satu manusia, satu dewa marah.


Pumpey terpental ke dinding. Pingsan. Aura aphrodisiak runtuh. Tapi Putri sudah terhuyung duduk di lantai. Lututnya lemas. Tangannya gemetar.


Abra berlutut.


Yang Mulia... maafkan aku... aku terlambat...”


Abra menggenggam bahunya, dan mengalirkan energi penenang dari mantra Kejawen: Seketir Jiwa. Tapi luka batin tak semudah itu sembuh.



                                          ***


Ruang Konsolidasi Hogwarts.

Abra Dintara berdiri di hadapan para petinggi. Mata merah. Rahang terkunci. Ia menatap Hermione dan delegasi Hogwarts. “Kami datang membawa damai. Tapi yang kami terima—kutukan dan percobaan pelecehan terhadap Putri klan tetua kami!"


Ia menurunkan dokumen kerja sama.

“Kejawen tidak akan tunduk pada sistem yang membiarkan perusaknya sendiri memimpin. Konsolidasi ini... BATAL!”


Seluruh ruangan gempar.


Putri Tirta ningrum masuk perlahan. Wajahnya sudah lebih tenang, tapi sorot matanya seperti air yang hampir mendidih. Ia menatap Abra.


“Jangan. Itu yang mereka mau. Jika kita mundur... kita kalah. Dan mereka menang... tanpa perlu sihir.”


"Apa maksud Anda, Yang Mulia?"

Belum sempat menjawab, tepat tengah malam. Seekor burung gagak meledak di langit, membawa surat kutukan yang menyala di udara.

Nama yang tertulis di atasnya:

OXELY CLAWS.

Tirta Ningrum menatap tajam. “Kita disabotase!”


Hermione berbisik, “Tidak mungkin..dia... dia adik tirinya Pumpy.” Dia telah menghilang hampir 2 dekade yang lalu..."

Dari kegelapan muncul sosok berjubah hitam. Wajah penuh luka. Mata berkilat hijau. 


"Bau ini....?!"  Gumam sang putri merinding. Secercak kesadaran menerpanya.


 “Oxely... kau—masih adik Pumpy Sirius!”


Oxely tertawa keras, wajahnya penuh luka dan amarah.


“Benar. Tapi dia tak pernah mengakuiku! Karena ibuku adalah darah lumpur! Aku anak haram! Dibuang! Disembunyikan! Sampai akhirnya aku menemukan rumahku di Klan Claws—keluarga penyihir buangan yang tahu bagaimana menyambut dendam!”


“Kau yang meracuni surat diplomasi Pumpey,” desis Abra.


“Aku juga mengutuk ceker ayammu,” sahut Oxely sambil tersenyum ke arah Tirta Ningrum. “Sayangnya... darah bangsawanmu terlalu kebal.”


Bodyguard sang Putri langsung siap siaga meringkus dan membawa paksa Oxely. Mendadak Profesor Raghor, guru ramuan Hogwarts, mengangkat tongkat dan mengarahkannya ke dada Abra Dintara. Mantra tak sempat dilontarkan—tongkat itu meleleh seketika, seperti lilin dalam lava. Di udara, aksara Jawa bersinar—dilontarkan dari tangan Putri Tirta Ningrum yang kini berdiri tegak, rambutnya menari ditiup angin. “Sirep pengkhianat... Tidurlah dalam rasa bersalahmu sendiri!"


Raghor terjatuh. Dari kantong jubahnya, tergelincir keluar gulungan surat diplomasi asli—yang sebenarnya sudah hilang dari dua minggu lalu. 


 Di hari kelima, setelah semua tersangka ditahan dan diberi penghakiman oleh Majelis Sihir Internasional, kerja sama akhirnya ditandatangani.


Mahasiswa Hogwarts akan diajari Mata kuliah khusus Ilmu Sihir Kejawen seperti Sirep, Rawa Ronce, dan Tameng Kala, sementara para siswa Kejawen akan belajar di Hogwarts tentang Patronus, Legilimency, dan Transfigurasi.      


Namun sebelum kembali, Hermione dan Abra sempat berdiri di atas menara tertinggi kastil. "Namun, hal ini tetaplah aneh.. bukankah begitu?" Tanya Hermione mengungkapkan keresahannya pada Abra. 

"Aku sangat mengenali Oxely.. Kebenciannya, ketakutannya terhadap kelemahan dan ambisinya akan pengakuan.. Ia mungkin lebih pendiam dari Draco... tapi jauh lebih agresif.. jika menilai dari karakternya.. sangat tidak mungkin kalau dia hanya memperkejakan dua orang..termasuk dirinya sendiri sebagai tumbal, apalagi jika ia benar-benar ingin megincar sang putri sejak awal, dia bukan orang dungu. Para pengawal mengelilingi sang putri. Mengapa memilih momen ini? 

"Bisa saja sabotase hanyalah permulaan.. 


" Aku mengerti kecemasan Anda.. tapi dari pihak kami juga belum bisa menemukan jejak atau bukti-bukti yang lebih mendukung.." Abra menimpali.

Jika prediksi Anda memang sesuai, mungkinkah... Oxely....hanyalah umpan..?"



Gimana menurut readers sendiri?☺️

Jangan lupa tulis di kolom komentar prediksi kalian ya!

A. Oxely Cuma Umpan dalam Kasus ini, Thor!😰

B. Hermione tuh Cuma Over Thinking, Thor! 🥱

C. Aku.. punya prediksi sendiri nih, Thor! 🤔🧐 


Kalau pilih yang C, selamat.. karena pikiran dan logika kalian sudah mulai kritis😉

Cerita akan dilanjutkan tiap minggunya apabila mencapai 100 pembaca/hari🥰🤩✨

So, jangan lupa Support Deftan ya!

Trakteer me, if you like the story and want support me in the link below👇

                                 https://trakteer.id/deftan


Kalau kamu juga suka baca Fiksi Sejarah coba baca Budak To-lo-mo, sebuah cerpen kritik sosial yang membahas intrik perbudakan dan pemiskinan petani di era Sui Kuno


1 comment