Budak To-lo-mo: Cerpen Kritik Sosial dan Konspirasi Sejarah di era Sui Kuno
Chapter 8 Distopia Fiksi Sejarah Kritik Sosial Literature Segment Short Story
![]() |
| Gambar Atas: Kekaisaran Sui-Tang, Tiongkok Kuno Gambar Bawah: Kerajaan To-lo-mo (Tarumanagara dalam istilah penyebutan bahasa Tiongkok Kuno era Sui) |
***
Desclimer: Cerita ini hanya fiktif semata, tidak berniat untuk menyerang atau menyinggung organisasi atau pihak manapun. Jika terdapat kesamaan kondisi atau kasus yang digambarkan dalam cerita ini yang bersinggungan dengan informasi faktual dan fakta sejarah, maka itu murni sebuah kebetulan.
Harapan penulis bagi khalayak adalah kita bisa melewati apapun yang menjadi keresahan kita bersama, dan menjadi lebih baik kedepannya.
Distrik Wan-Fu, Sui Utara, 671 Masehi.
Asap kelabu menyelimuti awan yang merona senja. Si Lidah oranye sudah menari-nari kenyang dan melahap semuanya.. termasuk kehidupan yang ada di dalamnya, hanya menyisakan remah-remah jelaga di udara. Kayu-kayunya sudah hancur menghitam dan atap jeraminya hanya tinggal separuh. Hanya dalam satu malam Penginapan: pabrik pupuk oplosan dan markas perbudakan ilegal itu lenyap di bawah kelambu malam.
Sejak awal, Tidak ada keuntungan yang didapatkan dari peperangan dan intrik yang mencapai kulminasinya di antara kedua kubu. Yang ada hanya tonggak kekuasaan yang berdiri di atas kolam darah..dan mayat-mayat daging segar yang diawetkan dengan salju.
Apakah akhirnya Suku Yin mendapatkan Karmanya? Suku Sui telah meringkus dan melahap mereka tanpa menyisakan sedikit daging pun di tulangnya.
Begitulah lingkaran setan dan siklusnya terus terulang.. dari sejarah demi sejarah, generasi demi generasi... Kedua kubu ingin saling menguasai...
Akhirnya kubu yang ditekan dan dipaksa tunduk, menolak untuk dijinakkan--dengan cara yang paling jinak.
Berakting kooperatif, tapi menggerogoti sistem internal--hingga akarnya cukup busuk dan akhirnya tumbang.
Ia sendiri sudah cukup akrab dengan situasinya. Karena pernah mengalaminya sendiri.
"Dan Rumah?"
Bocah laki-laki lumayan ringkih itu mengerjapkan matanya yang keram dan sipit, gerimis salju memijat kulitnya yang pucat terang, hidungnya gatal tersedak arang dan jelaga, sesekali dia bersin menggosok hidungnya yang justru membuat wajahnya semakin cemong, anak laki-laki itu bangkit perlahan-lahan meringis dan menggigil kedinginan. Sudah habis waktu sandiwaranya. Rambut palsunya yang terbuat dari serabut kelapa halus yang di uap di atas tungku lalu ditempelkan dengan getah karet, sehingga ia terlihat seperti orang barat idolanya, kini sudah hangus terbakar. Ya, itu memang salahnya sendiri karena repot-repot memakai wig rambut panjang ditengah-tengah ledakan dan kebakaran malam itu. Sungguh mengenaskan.. padahal dia hanya ingin menikmati kehidupan bebasnya, walaupun itu hanya pura-pura: bermain sebagai seorang utusan dari barat, bukan karena ia benar-benar mengagumi mereka, tapi karena ia ingin memiliki kebebasan yang setara, sebelum dia dijual ke kaisar 2 bulan kemudian..
Bisa bersekolah, berlarian dan bermain bersama teman sebayanya.
Umurnya menginjak 7 tahun sekarang, setidaknya dia 'sudah legal' untuk dijual menurut Konfusianis.
Pada Siang menjelang sore itu, Xue-mei sendiri sedang berlatih menulis kanji sederhana bersama dua teman kembarnya yang datang dari Henan 2 bulan yang lalu, Shen dan Zhi. Mereka belum cukup umur, jadi untuk sementara mereka belum layak dijual. Dan para budak wanita yang menganggur suka rela merawat dan mengasuh mereka demi tetap mendapat jatah makan.
Tapi, Tak di sangka malah ada kejutan besar seperti ini..
"Jika yang kau maksud rumah itu hanya berupa pondasi, tiang dengan atap.. maka itu tidak ada artinya.
Rumah adalah diri kita sendiri, berupa 5 dimensi secara utuh. Jasad, Prana atau energi, Jiwa: pikiran dan emosi, Kebijaksanaan atau intuisi, dan batin atau hati. Maka jika atapnya berlubang dan pondasinya rapuh.. serupa pikiran dan jiwa kau harus menambal dan memperkuat keyakinanmu dengan iman.."
"jika jiwa dan pikiranmu sedang sakit dan negatif sampai mempengaruhi jasad dan kesehatanmu, kau harus memperbaiki kebiasaanmu..."
"Jika atmosfer atau energi di lingkungan rumahmu itu terasa tidak nyaman dan negatif, carilah sumbernya: Orang-orang yang suka bergosip, rumor-rumor miring, lingkungan yang tidak produktif, apapun itu. Jauhilah.. Pergilah dari tempatmu, atau bangunlah benteng setinggi mungkin.. karena hal itu bisa mengganggu keseimbangan vibrasi dan pranamu, lalu mencabik-cabik fokusmu dalam hidup."
"Kemudian, untuk selalu memperdalam intuisi dan kebijaksanaan.. layaknya membeli barang-barang baru untuk keperluan rumahmu, dan memperkuat nilainya. Teruslah berkembang dan bertumbuh Kumpulkan pengalaman.. dan jangan pernah takut akan hal itu."
"Jika biliknya kotor dan berantakan serupa hatimu dan batinmu, kau harus merapikannya, menatanya kembali dan membersihkannya.. dekatkan diri pada yang kuasa, sampai akhirnya batinmu menemukan kedamaian dan merasa utuh.. saat itulah kau adalah 5 dimensi yang sempurna. Manusia seutuhnya..."
"begitulah yang kusebut rumah, itu adalah Jasadmu, vibrasimu, jiwamu, pikiranmu, emosimu, dan batinmu.. "
"Jika kau mengganggap rumah hanya sebatas properti yang disediakan sebagai sarana, keluarga, cinta dan kehangatan.. maka itu salah besar, karena bahkan kau yang paling mampu mencintai dirimu sendiri.. terlepas dari seberapa banyak yang dunia telah renggut darimu.. dan kejamnya tuhan mengundi nasibmu.."
Kata-kata itu pun terngiang kembali.
Kata-kata Laki-laki berkulit sawo matang dengan tubuh yang anehnya sedikit terlalu gemuk ketimbang atletis sebagai seorang budak kasar, pakaian dari kain kapas kasar yang kusam, sandal jerami dan rambutnya yang hitam legam disaggul ke atas dengan kain putih lusuh. Pipinya juga terlihat lumayan gempal. Bahkan ada rumor yang beredar bahwa pria ini sebenarnya bukan budak. Melainkan, tuan pemilik tanah yang mengurusi perdagangan budak ini. Namun, dengan sifatnya yang penyayang, serta nasihatnya yang terkadang terasa terlalu spiritual. Rasanya, sangat sulit untuk mempercayai rumor itu dan mengecapnya sebagai kriminal kelas kakap yang menjual orang-orangnya sendiri pada kaisar. Dan,
xuě mèi sendiri, tak peduli akan hal itu.
Laki-laki itu sesekali mencelupkan kelingkingnya ke arang cair dan mulai menggores-goreskan kelingkingnya ke secarik kertas kusam. Seolah-olah tengah menulis.
"Malahan..makin banyak anak panah dan tombak yang menusuk punggungmu, justru ketahananmu terhadap rasa sakit dan lukanya akan makin menebal lho, Mei..haha"
Laki-laki itu berujar lagi, tertawa dengan renyahnya. Meskipun di mata Xue-mei, sangat kentara ada sekelumit sarkasme dalam ucapannya.
xuě mèi sangat paham perasaan itu. Jadi, alih-alih membiarkan pembicaraan itu semakin tenggelam, dia memutuskan untuk mengubah topik.
"Kau tidak punya kuas ya, kak? apa yang kau lakukan aku baru tahu kalau kau bisa menulis.. hēi xiōng.." (kakak hitam)
Ia menghampiri meja kakaknya dan berjinjit mengangkat tumitnya untuk mengintip. Huruf huruf berbentuk aneh yang berlekuk-lekuk terpampang di kertasnya.
"To-lo-mo?"
Laki-laki berkulit sawo matang itu langsung menghentikan aktivitasnya dan menyingkirkan kertasnya begitu mendengar kata yang meluncur dari mulut adiknya.
"Aku tak percaya kalau kakak benar-benar non-Sui, sama sepertiku."
"Benarkah? Bukankah sudah sangat terukir dalam wajahku?" Kakaknya itu hanya tersenyum simpul penuh konspirasi, mengembalikan pertanyaannya.
xuě mèi belum sempat menenggak pertanyaannya, ketika seorang budak atletis lain memanggil kakaknya. Dengan panggilan aneh. "Dharma!"
Budak laki-laki itu cepat-cepat berlari menghampirinya dan berbisik ke telinganya. Roman kakaknya sekejap terkejut, tapi berganti senyum bahagia kemudian. "Dia berhasil?"
Teman kakaknya itu mengangguk-angguk antusias, membukakan sebuah kantong kain lusuh kecil di atas meja. Di dalamnya, ada serbuk bubuk merah halus. Lantas, kakaknya itu mengambil sekelumit, merasakan teksturnya dan mulai mengendus aromanya.
"Batu bata ini teksturnya sangat halus ya, wajar saja jika para petani sulit membedakannya dengan iron." Takarnya.
"Ada berapa titik pasar lokal yang menjual barang oplosan ini?"
"Kurang lebih ada 3 titik utama, 2 di antaranya termasuk pasar di pelabuhan, dari Luoyang, Yangzhou ke Guangzhou." Dari jalur laut, ada 2 perhentian lagi sebelum sampai ke Shi li Foshi (Sriwijaya) dan To-lo-mo ( Tarumanagara)
"Dari barat pedagang-pedagang dari Kashgar mengangkut barang-barang dagangannya ke pelabuhan di teluk."
"Begitu rupanya." Kakaknya itu mendesah letih. Melemparkan punggung dan kepalanya ke sandaran kursi.
"Aku tak menyangka kalau pria tua itu bisa selapar ini.. ini tak hanya soal kesejahteraan petani, tapi juga menyangkut ketahanan pangan nasional yang dipertaruhkan..."
"Tikus Ko-no-ha bajingan! Berani sekali mengorbankan hidup rakyat yang lemah.. demi kepentingan isi perut sendiri!" Kakaknya melampiaskan amarahnya dalam satu tendangan tangkas, meja kerja kayunya pun jatuh berdebum dan remuk di hadapan semua orang. Membuat semua orang tercekat. Sedangkan kakaknya itu bahkan belum bergerak bangkit sejengkalpun dari kursinya.
"Begitu rupanya. Memakai jalur sutra dari kedua arah. Jalur laut sebelah selatan dan jalur darat dari arah barat."
xuě mèi bergumam pada dirinya sendiri.
Sejak usia 3 tahun, di tengah tragedi sengketa kedaulatan dan kolonialisme itu mulai meletus, ia memang mulai sering diajarkan lokasi-lokasi strategis perdagangan seperti itu oleh ayahnya.
Tujuannya bukan untuk main-main, tetapi sebagai sarana edukasi titik-titik regional strategis dan transit darurat. Jika suatu saat suatu hal, seperti konfrontasi itu terjadi. Mengingat situasi politik eksternal yang tidak stabil di negaranya saat itu. Sejak awal, memang perdagangan itu tak hanya mengangkut komoditas barang non-hidup saja, tetapi juga manusia. Sebenarnya perbudakan bisa menjadi legal jika melalui kelembagaan resmi, seperti pengiriman bantuan ketenaga kerjaan lewat diplomasi antar negara. Dan juga perlindungan akan hak-hak dan kesejahteraan mereka kala dijual dan merantau di negeri orang.
Kini, Ia bisa mengerti keputusan tergesa-gesa ayahnya, yang sengaja menyelundupkannya ke peti-peti jagung dan kedelai asalkan dia tetap hidup. Jika, menimbang situasi politik dan angka harapan hidupnya, Kekaisaran Sui adalah yang paling aman. Meskipun, ia akan dijual ke kaisar sebagai budak atau peliharaan hingga dewasa, setidaknya ini masih jauh lebih manusiawi ketimbang di negaranya sendiri karena memperhatikan legalitas usia minimal anak yang diambil sebagai budak dan kesejahteraan mereka. Selama mereka tetap tunduk dan tidak melanggar hukum atau melakukan kesalahan fatal yang sering berujung esekusi.
Situasinya, Berbanding terbalik dengan negaranya. Mendengar teriakan, tangisan, ledakan bom dan mesiu, senapan-senapan yang tak henti-hentinya menghujam di udara bahkan di waktu tidurnya. Itu, sudah bukan hal asing. Banyak yang melawan, tapi tak sedikit pula yang tumbang tanpa akar.
" Tidak ada waktu lagi Dharma!" Teriak budak atletis lainnya dalam logat Tiongkok kental.
Teriakan itu berhasil membuyarkan semua lamunannya dalam satu kilatan.
"Ada apa, hēi xiōng?" (Kakak hitam)
Kakaknya itu terlihat terpaku dan membeku di tempat selama beberapa saat, menatap temannya. Hingga tiba-tiba ia bersimpuh dan meraih tangan Xue-mei dengan sangat putus asa.
"Kau harus ikut aku xuě mèi..!" Ekspresinya sendiri sulit ditebak, Bahagia? penuh harap sekaligus ketakutan?
Belum lagi Xue-mei dapat mencerna apa yang terjadi, budak yang tadi meneriaki kakaknya itu telah menariknya paksa dan terburu-buru.
"Jaga dirimu dan tetaplah hidup xuě mèi! Berjanjilah padaku!"
Teriakan itulah yang membuat telinganya bergetar dan akhirnya membangunkannya dari tidur tak berujungnya tadi.
Dan, sekarang inilah realita baru yang terjadi dan tak dapat dihindari ketika ia bangun.
Tidak ada yang dapat dimakan.. yang ada adalah binatang liar yang mengganas karena kelaparan..Serigala, rubah, babi hutan.. dia bisa jadi mangsa kapanpun..meskipun, setidaknya dia tidak perlu takut dengan beruang yang berhibernasi.
Seperti yang dikatakan kakaknya. Budak To-lo-mo yang sepertinya bukan budak biasa karena bahkan bisa menulis. Tapi, Telik Sandi. Setidaknya kau harus tetap bertahan hidup. meskipun itu berarti dengan memakan salju di kakimu sepanjang jalan. Setidaknya.. kesimpulan seperti itu lebih masuk akal dan mudah diterima, baginya.
Matanya menyipit, dari kejauhan ia bisa melihat sesuatu yang berjalan dan bergerak ditarik oleh unta-unta Baktria. Dan seseorang yang amat dikenalnya pun melambai-lambai dan berlari ke arahnya.
Itu kakak hitamnya....
Matanya pun terbelalak.
Ikatan sanggulnya yang diikat di atas kepala terlepas saat ia berlari menghampirinya. Kini ia jadi terlihat seperti gadis ketimbang lelaki gempal dengan rambut panjang tergerainya.
hanya dua hal yang tidak berubah, tahi lalat kecil di bawah pelipisnya dan lesung pipi di kedua pipinya yang kini terlihat tirus dengan sangat mencurigakan.
Kakaknya pun langsung mendekapnya dalam pelukan yang hangat.
"Syukurlah kau selamat..."
xuě mèi tak bergeming, selama beberapa saat. Energi Chi-nya belum terkumpul sepenuhnya. Ketika dia mulai merasakan ada sesuatu yang menonjol menekan pipinya, ia pun tersentak. Dia mulai meraba-raba dada kakaknya untuk memastikan. Dan, sensasinya serasa kesambar petir. Ia Menelan ludahnya sendiri. Ini kan...?!
Tak lama kemudian, sesuatu terasa menyengat dan mengapit telinganya. Ia pun melirik pasrah menatap kakaknya itu.
"Aku tahu... Kau pasti sangat terkejut karena baru tahu rahasia ini... Sayangnya, aku memang perempuan." Kakaknya itu tersenyum sadis, sangat kentara kalau dia sedang berusaha memakluminya. Tangannya pun masih menjewer satu telinganya. Meskipun tidak sakit, lebih seperti peringatan esekusi.
Wajah xuě mèi semakin pucat, tenggorokannya tercekat, sekali lagi ia menelan ludahnya sendiri, tak mampu berkata apa-apa.
Trivia:
1. Tokoh xuě mèi adalah non-Sui sama seperti Dharma. Ia diberi nama xuě mèi dalam bahasa Tiongkok yang berarti "adik Salju" oleh Dharma, karena kulitnya yang terang seputih salju. Latar belakang keluarga xuě mèi sendiri adalah seorang pedagang pengembara yang kaya. Namun, semua itu berubah ketika keluarganya kembali ke tanah airnya pasca 2 tahun kelahirannya. Setelah berdagang dan mengembara selama beberapa tahun. Saat itu, kondisi tanah airnya sudah berubah drastis akibat konflik perang yang terus meletus. Keluarganya pun harus hidup di bawah tekanan dan eksploitasi sumber daya dan pangan oleh pihak kolonialis yang melakukan kblokade regional. Karena hal itu, keluarganya tidak bisa melarikan diri dan berpergian. Namun, hidupnya pun berubah semenjak ayahnya membuat keputusan berani dengan menyelundupkannya ke peti-peti dagangan untuk menyelamatkan hidupnya.
2. Tokoh Dharma, bernama lengkap Dharmawati, ia adalah seorang putri Tarumanagara, salah satu kerajaan kuno Jawa dari penguasa dan raja terakhirnya.
Ia menyamar sebagai budak pria demi menginvestigasi perdagangan pupuk palsu atau oplosan dan membebaskan rakyatnya dari jeratan perbudakan gelap yang dilakukan oleh aparat tirani ayahnya sendiri. Akibat muak dengan korupsi berantai yang telah menyengsarakan rakyatnya, ia pun berkonsolidasi dengan kerajaan Galuh dengan menukar gelar kebangsawanan dan martabatnya sekaligus mengukuhkan independensi lahirnya kerajaan ini, lalu resmi membubarkan Tarumanagara kemudian, demi memutus siklus tirani.
3. Mengapa tiba-tiba Dharma dan budak-budak lainnya terlihat panik sebelum tragedi pembumi hangusan markas perbudakan dan pupuk meletus, Sebenarnya apa yang terjadi?
Di sinilah konspirasinya dimulai. FYI, budak-budak atau sumber daya manusia yang direkrut untuk menjalankan aktivitas gelap ini, adalah etnis asli Sui, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang pernah hampir dijatuhi hukuman mati atau esekusi oleh kaisar Sui. Tetapi kebanyakan kematiannya dimanipulasi oleh Suku Yin dan dijadikan budak peliharaan yang setia pada mereka. Sehingga begitu tipu daya dan fakta ini terkuak, kaisar sangat marah dan memerintahkan regu pasukan elitnya untuk memburu dan memberantas penghianat itu tanpa ampun. Namun, kebanyakan budak to-lo-mo yang terlibat tidak mengetahui aktivitas-aktivitas ilegal ini, mereka sengaja diselundupkan sedari awal oleh Suku Yin untuk bekerja sebagai "house keeper" atau pembantu di markas perbudakan sekaligus pabrik pupuk palsu yang disamarkan sebagai tempat transit pelancong dan penginapan tersebut. Sehingga mereka tetap mendapatkan pengampunan dari kaisar sekaligus mendapatkan permintaan maaf atas ketidak cakapannya dalam menilai situasi. Karena hal itu, mereka diberikan ultimatum dan kesempatan untuk melarikan diri.
If you like this story and want to support me, you can Trakteer me in the link below👇



